UNESCO menetapkan lanskap budaya Bali dalam daftar Warisan Dunia pada 29 Juni 2012 lalu. Selubungnya secara resmi dibuka pada September ini.

Subak,
salah satu sistem demokrasi tertua di dunia. Sistem pengairan subak,
pembagian air untuk persawahan, pura, dan bagi masyarakat menggunakan
filosofi demokratis yang tidak mengambil dari luar tetapi menggali dari
dalam negeri sendiri. (Reynold Sumayku/NGI).
Senin lalu (24/9), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah melakukan roadshow
kelima kabupaten di Provinsi Bali untuk membuka selubung plakat UNESCO
yang menjelaskan kawasan-kawasan ini masuk dalam situs Warisan Dunia.
Situs bertajuk resmi Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai sebuah manifestasi filosofi Tri Hita Karana (Cultural landscape of Bali Province: the subak system as a manifestation of the Tri Hita Karana). Meliputi lima kabupaten yaitu Kabupaten Gianyar, Badung, Buleleng, Bangli, dan Tabanan.
Sedang lokasinya mencakup Pura Ulun Danau Batur dan Danau Batur, daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, kawasan Catur Angga Batukaru dan situs Pura Taman Ayun) dengan luasan total mencapai 20,974.70 hektare.
Peresmian
plakat UNESCO di Tirta Empul, yang dihadiri DR Arief Rahman, Bupati
Gianyar Tjok A.A Sukawati, Direktur UNESCO Kishore Rao dan Wamendikbud
Windu Nuryanti (kain hijau). (Manggalani Ukirsari/NGI).
Hadir dalam rombongan tim peresmian adalan Wakil Menteri Departemen
Pendidian dan Kebudayaan (Wamendikbud) Wiendu Nuryanti, Direktur Pusat
Warisan Dunia UNESCO Kishore Rao, serta Ketua Harian Komisi Nasional
Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman.
Rao menyatakan, UNESCO telah menetapkan lanskap budaya Bali dalam daftar Warisan Dunia pada 29 Juni 2012. Ditambahkan Wamendikbud, inilah pencapaian Indonesia dan masyarakat Bali setelah mendaftarkan dan terus memperjuangkan subak sebagai warisan tangible dan intagible di UNESCO selama 12 tahun.
"Ada 26 negara yang saat itu kami telaah dan teliti dokumennya. Waktu 12 tahun tidak dapat dikatakan lama atau cepat, melainkan sebuah proses, untuk terus dilengkapi, dan dipantau sampai akhirnya dipercayai untuk menyandang predikat ini," tutur Rao kepada National Geographic Indonesia (NGI) di titik pertama peresmian, Pura Ulun Danu Batur.
"Di sini kami melihat, antara warisan tangible dan intagible sama-sama pentingnya. Ada filosofi mendalam yang mendasari keberadaan lanskap. Harapannya, Bali senantiasa menjadi destinasi utama bagi wisatawan dan ada nilai-nilai luhur masyarakat yang terus dilestarikan."
Wiendu mengungkap, pengakuan UNESCO ini adalah kebanggaan masyarakat Indonesia dan subak diharapkan dapat menjadi konsep pembangunan berkelanjutan di dunia.
"Subak adalah salah satu bentuk demokrasi tertua di dunia. Jadi sistem pengairan subak, pembagian air untuk persawahan, pura atau tempat ibadat dan bagi masyarakat menggunakan filosofi demokratis yang tidak mengambil dari luar tetapi menggali dari dalam negeri sendiri."
Untuk penempatan plakat, tidak seluruhnya berada di depan areal persawahan. Seperti di depan Pura Ulun Danu, kompleks pemandian Tirta Empul, tepi jalan menuju Danau Buyan dan Tamblingan, serta depan Pura Taman Ayun. Hanya kawasan Jatiluwih-lah yang menggunakan area depan persawahan.
Arief Rahman menyatakan, penempatan lokasi plakat ini berdasarkan putusan anggota masyarakat di lokasi yang bersangkutan. "Lalu di situlah dilakukan seremonial pembukaan selubung," jelasnya lagi.
Selamat kepada warga Bali pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mari kita jaga bersama Warisan Dunia ini.
(Manggalani Ukirsari)
Situs bertajuk resmi Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai sebuah manifestasi filosofi Tri Hita Karana (Cultural landscape of Bali Province: the subak system as a manifestation of the Tri Hita Karana). Meliputi lima kabupaten yaitu Kabupaten Gianyar, Badung, Buleleng, Bangli, dan Tabanan.
Sedang lokasinya mencakup Pura Ulun Danau Batur dan Danau Batur, daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, kawasan Catur Angga Batukaru dan situs Pura Taman Ayun) dengan luasan total mencapai 20,974.70 hektare.

Rao menyatakan, UNESCO telah menetapkan lanskap budaya Bali dalam daftar Warisan Dunia pada 29 Juni 2012. Ditambahkan Wamendikbud, inilah pencapaian Indonesia dan masyarakat Bali setelah mendaftarkan dan terus memperjuangkan subak sebagai warisan tangible dan intagible di UNESCO selama 12 tahun.
"Ada 26 negara yang saat itu kami telaah dan teliti dokumennya. Waktu 12 tahun tidak dapat dikatakan lama atau cepat, melainkan sebuah proses, untuk terus dilengkapi, dan dipantau sampai akhirnya dipercayai untuk menyandang predikat ini," tutur Rao kepada National Geographic Indonesia (NGI) di titik pertama peresmian, Pura Ulun Danu Batur.
"Di sini kami melihat, antara warisan tangible dan intagible sama-sama pentingnya. Ada filosofi mendalam yang mendasari keberadaan lanskap. Harapannya, Bali senantiasa menjadi destinasi utama bagi wisatawan dan ada nilai-nilai luhur masyarakat yang terus dilestarikan."
Wiendu mengungkap, pengakuan UNESCO ini adalah kebanggaan masyarakat Indonesia dan subak diharapkan dapat menjadi konsep pembangunan berkelanjutan di dunia.
"Subak adalah salah satu bentuk demokrasi tertua di dunia. Jadi sistem pengairan subak, pembagian air untuk persawahan, pura atau tempat ibadat dan bagi masyarakat menggunakan filosofi demokratis yang tidak mengambil dari luar tetapi menggali dari dalam negeri sendiri."
Untuk penempatan plakat, tidak seluruhnya berada di depan areal persawahan. Seperti di depan Pura Ulun Danu, kompleks pemandian Tirta Empul, tepi jalan menuju Danau Buyan dan Tamblingan, serta depan Pura Taman Ayun. Hanya kawasan Jatiluwih-lah yang menggunakan area depan persawahan.
Arief Rahman menyatakan, penempatan lokasi plakat ini berdasarkan putusan anggota masyarakat di lokasi yang bersangkutan. "Lalu di situlah dilakukan seremonial pembukaan selubung," jelasnya lagi.
Selamat kepada warga Bali pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mari kita jaga bersama Warisan Dunia ini.
(Manggalani Ukirsari)
0 komentar:
Posting Komentar