Jumat, 14 Desember 2012

Ke depan, pesawat ini memungkinkan orang dari seluruh dunia, melakukan perjalanan safari ke kawasan-kawasan konservasi di Afrika

badak
Badak (Rocky Chandra Kasih/Fotokita.net)



Ol Pejeta, salah satu lokasi suaka margasatwa terkenal di Kenya mengumumkan rencana mereka untuk menerbangkan pesawat tanpa awak untuk memantau dan melindungi badak yang sangat terancam punah dari serbuan pemburu liar.

Kawasan konservasi non-profit milik swasta seluas sekitar 36.400 hektare itu berada di tengah-tengah Kenya, yakni Laikipia District. Ia merupakan rumah bagi empat dari tujuh ekor badak putih utara atau Northern white rhinoceros (
Ceratotherium simum cottoni) yang tersisa di dunia.


“Kami tengah berupaya untuk mendanai pesawat pengintai pertama,” sebut siaran resmi lembaga konservasi itu pada publik dalam rangka mengumpulkan donasi sekitar Rp337 juta untuk pesawat yang akan dipasangi kamera 
live-streaming untuk melacak badak yang dipasangi chip gelombang radio.

Saat ini, sebut lembaga itu, ada wabah perburuan yang sangat parah. Sudah sangat banyak badak yang dibantai untuk diambil culanya. “Bagi negara yang hanya memiliki tingkat gaji rata-rata US$1 per hari, sebuah cula badak bisa menghasilkan US$12 ribu (sekitar Rp115,5 juta) atau setara dengan pendapatan selama 30 tahun.”

Kenya, yang juga merupakan negara dengan jumlah populasi badak terbesar ketiga di dunia, yakni sekitar 600 ekor badak hitam dan 300 badak putih, tengah berkutat bertempur dengan para pemburu. Perdagangan ilegal cula badak sendiri dikatrol oleh merajalelanya permintaan dari kawasan Asia dan Timur Tengah untuk dibuat sebagai obat demam sampai penambah nafsu birahi.

“Tim kami sangat membutuhkan bantuan udara agar dapat memastikan bahwa mereka bisa memantau kawasan yang paling terancam bahaya,” sebut siaran resmi lembaga itu. Diharapkan, pesawat nirawak tersebut akan mampu menjangkau daerah seluas 80 kilometer persegi dan terbang selama satu setengah jam dalam sekali isi ulang baterai.

Ke depan, pesawat ini akan memungkinkan orang dari seluruh dunia, baik dari rumah atau kantor, sekolah atau kampus, melakukan perjalanan safari ke kawasan-kawasan konservasi di Afrika. “Kabar gembiranya, melindungi satwa dan kehidupan liar berarti mempertahankan turisme, dan turisme berarti pemasukan tambahan komunitas warga yang tinggal di sekitarnya. Bukan hanya segelintir pemburu saja,” sebut keterangan tersebut.
(
Abiyu Pradipa. Sumber: Phys.Org)

0 komentar:

Posting Komentar

Add My Facebook! Follow me on Twitter!